Apakah Shalat Bisa Batal dengan Bergerak Lebih dari 3 Kali? Inilah Penjelasan Islam

Artikel terkait : Apakah Shalat Bisa Batal dengan Bergerak Lebih dari 3 Kali? Inilah Penjelasan Islam

Berdakwah - Pernahkah mendengar perkataan bahwa
gerakan shalat lebih dari 3 gerakan atau lebih dari 3 kali bisa membatalkan shalat? Benarkah perkataan tersebut dan dari mana dalil yang menyatakannya?

Apakah Shalat Bisa Batal dengan Bergerak Lebih dari 3 Kali? Inilah Penjelasan Islam
Sumber: Ummi-online.com
Simak pembahasan singkatnya berikut ini:
Banyak yang mengkhawatirkan sah atau tidak shalatnya sehingga berupaya tidak melakukan gerakan-gerakan selain shalat, padahal Rasulullah sendiri pernah melakukan beberapa gerakan selain shalat di saat sedang melaksanakan shalat, di antaranya sebagai berikut:

1.Menggendong anak kecil
Sebagaimana hadits Rasulullah saw bahwa beliau saw sedang sholat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah saw dari Abil �Ash bin Robi�ah bin Abdisy Syams. Tatkala beliau saw bersujud maka beliau saw meletakkannya dan apabila beliau saw berdiri kembali menggendongnya.� (HR Bukhori)

Ketika menggendong seperti ini tentu saja melakukan gerakan di luar shalat, namun ternyata tidak membatalkan shalat karena Rasul melakukannya.

2.Memindahkan orang yang shalat sebagai makmum dan bergerak maju
�Nabi shallallahu �alaihi wa sallam melakukan shalat malam, kemudian aku ikut shalat bersama beliau. Aku berdiri di sebelah kiri beliau, lalu beliau memegang kepalaku dan memindahkanku ke sebelah kanan beliau.� (HR. Bukhari 699, Muslim 763 dan yang lainnya).

�Saya menyediakan air untuk Rasulullah shallallahu �alaihi wa sallam kemudian beliau berwudhu dan memakai sarung. Kemudian aku berdiri (jadi makmum) di sebelah kiri beliau, kemudian beliau memindahkanku ke sebelah kanannya. Lalu datang orang lain, dan dia berdiri di sebelah kiri beliau, ternyata beliau malah maju dan melanjutkan shalat.� (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1536)

3. Membukakan pintu
�Saya minta dibukakan pintu, sementara Rasulullah shallallahu �alaihi wa sallam sedang shalat sunah, dan pintu ada di arah kiblat. Kemudian beliau berjalanan serong kanan atau serong kiri, lalu membuka pintu dan kembali ke tempat shalatnya.� (HR. Nasai 1206, Abu Daud 922 dan dihasankan al-Albani)

Dinukil oleh Sayyid Sabiq di dalam bukunya Fiqhus Sunnah, bahwa Imam Nawawi mengatakan �Perbuatan yang tidak termasuk dalam pekerjaan shalat jika ia menimbulkan banyak gerak itu membatalkan, tetapi jika hanya menimbulkan sedikit gerak, itu tidaklah membatalkan. Seluruh ulama sepakat dalam hal ini, tetapi dalam menentukan ukuran yang banyak atau gerak yang sedikit terdapat empat pendapat.�

Imam Nawawi memilih yang keempat, �Adapun pendapat yang shahih dan masyhur ialah mengembalikan soal itu kepada kebiasaan yang lazim. Jadi yang biasa dianggap sedikit oleh orang banyak, seperti memberi isyarat ketika menjawab salam, menanggalkan sandal, melepaskan sorban dan meletakkannya, juga mengenakan pakaian yang ringan atau melepaskannya, begitu pula mengambil benda kecil atau meletakkannya, menolak orang yang hendak lewat di depan atau menggosok lendir di baju dan lainnya, semua itu tidaklah membatalkan. Akan tetapi, kalau menurut orang pekerjaan itu dikategorikan gerak yang banyak, seperti banyak melangkah dan berturut-turut atau melakukan perbuatan yang sambung-menyambung, hal itu membatalkan.�

Imam Nawawi juga mengatakan, �Sahabat sepakat bahwa bergerak banyak yang membatalkan itu ialah jika berturut-turut. Jadi, jika gerakannya berselang-seling, tidaklah membatalkan shalat, seperti melangkah kemudian berhenti sebentar, lalu melangkah lagi selangkah atau dua langkah, yakni secara terpisah-pisah. Seandainya ini diulang-ulang walaupun sampai seratus langkah atau lebih tidaklah apa-apa. Adapun gerakan ringan seperti menggerakkan jari untuk menghitung tasbih atau disebabkan gatal dan lainnya, hal itu tidaklah membatalkan shalat walaupun dilakukan secara berturut-turut dan hukumnya hanya makruh. Syafi�i telah menghitung-hitung bacaan ayat dengan cara menggenggamkan tangan tidaklah membatalkan shalatnya, tetapi sebaiknya hal itu ditinggalkan.� (Fiqhus Sunnah edisi terjemahan juz I hal 411 � 412)

Demikianlah semoga menjadi jelas dan bermanfaat untuk kita semua. 

Sumber: (ummi-online)

Artikel Yok Berdakwah Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 Yok Berdakwah | Design by Bamz